Kupas Tuntas Vaksin Covid-19 dalam Tinjauan Medis dan Awam
KBRN, Yogyakarta: Demi mewujudkan kekebalan komunal atau yang populer dengan sebutan herd immunity, pemerintah terus menggencarkan dan melakukan percepatan program vaksinasi nasional Covid-19.
Namun di tengah upaya pemerintah, di tingkat pusat maupun daerah, meningkatkan target vaksinasi, masih ada masyarakat yang enggan divaksin. Beragam alasan dilontarkan, mulai dari tak percaya adanya virus Corona, keraguan akan kemanjuran (efikasi) vaksin, sampai ketakutan adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Keraguan yang muncul di masyarakat awam itu dibahas tuntas dalam webinar bertajuk “Tinjauan Vaksin Covid–19 dalam Perspektif Medis dan Awam“. Dr Yanasta Yudo Pratama, AIFO-K menyebutkan, Indonesia perlu belajar dari India ketika terjadi tsunami kasus Covid-19 di negara itu.
“Ketika India berada di nomor satu (angka kasus dan kematian), India langsung berupaya memvaksin seluruh warganya. Nah, sekarang Indonesia yang nomor satu,” kata Yudo, Jumat (20/8/2021) siang, ketika menjadi pembicara dalam webinar.
Yudo juga mengungkapkan masih banyak orang yang meragukan kemanjuran jenis vaksin tertentu. Tak jarang, masyarakat kerap membandingkan antara vaksin-vaksin yang ada.
“Yang perlu diingat, tujuan vaksinasi di antaranya adalah mengurangi transmisi atau penularan. Kita nggak bisa menghentikan transmisi, tapi setidaknya kita bisa mengurangi penularan itu,” ujar dokter muda kelahiran 23 Mei 1996 itu.
Dokter yang juga ahli fisiologi olahraga klinis itu menambahkan tujuan lain vaksinasi adalah untuk mengurangi tingkat keparahan dan membentuk herd immunity. Dirinya pun memaparkan, publik tak perlu ragu terhadap efikasi vaksin yang disuntikkan.
“Ada yang bilang vaksin A, B atau C kurang bagus, menyebabkan kematian, atau menimbulkan penyakit lain. Yang perlu diingat di sini, vaksin ini sudah melalui uji klinis sebelumnya. Dan yang menguji juga bukan orang sembarangan, tapi orang yang benar-benar ahli di bidangnya,” tuturnya.
Hoax di medsos
Pro dan kontra vaksinasi yang muncul di masyarakat juga tak terlepas dari disrupsi informasi yang ada, khususnya di media sosial (medsos). Banyaknya kabar bohong alias hoax yang beredar di medsos membuat publik sebagian sangsi dengan program vaksinasi.
Sri Wahyunita Mohamad, SKM pembicara kedua pada webinar yang digagas oleh Kelompok III Program Pengabdian Masyarakat (Prodamat) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (FKM UAD), menyebutkan, sangat banyak hoax yang beredar dan telah diklarifikasi.
“Terdapat 1.870 hoax tentang vaksin Covid-19 yang telah ditemukan Kominfo sampai per 23 Juli 2021,” ucap Sri Wahyunita.
Dari hoax yang menyebar ke masyarakat itu, tertinggi menggunakan medsos Facebook, kemudian Twitter dan dilanjutkan YouTube serta pesan berantai di WhatsApp. Ia pun menyontohkan hoax banyaknya warga yang meninggal setelah mendapatkan vaksinasi.
“Hal ini sudah diklarifikasi dan dijawab oleh Ketua Komnas KIPI, Prof Dr Hindra Irawan Satari, yang menyatakan itu merupakan hoax. Kalau seandainya banyak warga yang meninggal, tentu pemerintah langsung menghentikan proses vaksinasi,” ungkapnya.
Meski demikian, berdasarkan sebuah survei yang dirilis pemerintah bulan lalu, Sri Wahyunita menyebutkan, sebanyak 80% rakyat Indonesia sangat mendukung dan antusias untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Hal itu menjadi pertanda baik dalam penanganan pandemi di Tanah Air.
“Nah dengan penelusuran fakta dari Kominfo atas hoax yang beredar, diharapkan masyarakat dapat mengerti, bahwa vaksin ini merupakan bentuk ikhtiar agar dapat keluar dari pandemi,” tandasnya.
Webinar yang digagas FKM UAD ini diharapkan dapat memberikan edukasi bagi masyarakat agar tidak menolak vaksinasi. (ros)